Bagaimana Manajemen Penanganan Stres Yang Efektif
Jurnal P2K3 bulan Mei
Stres di tempat kerja
dapat memengaruhi siapa saja dan bisa dipicu oleh apa saja.
Umumnya,,
stres akibat kerja terjadi ketika seseorang
tidak dapat memenuhi tuntutan atau kebutuhan dari pekerjaannya.
Terlalu
banyak yang harus dilakukan, kurangnya waktu, kurangnya informasi dan kurangnya
sumber daya untuk menuntaskan pekerjaan.
Dalam
survei terhadap 1.400 pekerja di Amerika Serikat yang dipublikasikan
secara online oleh
careerbuilder.com
,
lebih dari satu pertiga responden menyatakan telah mengalami penambahan beban
kerja.
Mereka
bekerja dengan waktu yang lebih panjang dan jam istirahat makan siang yang
lebih pendek agar pekerjaan bisa selesai.
Akibatnya,
pekerja mulai mengalami banyak gejala stres secara fisik maupun mental. Dalam
hal ini, stres bukan hanya merugikan para pekerja, tapi juga mengganggu kinerja
seluruh organisasi.
Menurut
empat dari lima manajer di Eropa, stres merupakan bencana dalam perusahaan.
Stres adalah salah satu risiko psikososial di tempat kerja yang penanganannya
lebih sulit dibandingkan masalah kesehatan.
Stres
diimplikasikan sebagai faktor penyebab dari absen, kecelakaan kerja, masalah
psikologis, tuntutan kompensasi, produktivitas yang rendah, tindakan pencurian
di tempat kerja, kinerja yang tidak maksimal, dan tingkat keluar masuk pekerja
yang tinggi. Yang jelas, stres berdampak langsung secara menyeluruh.
Di
Amerika Serikat, survei terbaru mengindikasikan bahwa stres akibat kerja
mengakibatkan pemilik perusahaan harus mengeluarkan sekitar 2 kuadriliun per
tahun karena masalah absen, keterlambatan, kejenuhan, produktivitas yang semakin
rendah, angka keluar masuk pekerja yang tinggi, kompensasi pekerja, dan
peningkatan biaya asuransi kesehatan.
Sementara
di Inggris, dilansir dari hse.gov.uk
,
penanganan stres membutuhkan biaya 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
biaya untuk memecahkan perselisihan di semua industri. Sakit akibat stres juga
mengakibatkan hilangnya 40 juta hari kerja setiap tahunnya.
Dalam
kaitannya dengan pekerjaan, jika stres tidak ditangani dengan baik, maka akan
berpengaruh pada menurunnya performansi, efisiensi, dan produktivitas kerja
yang bersangkutan.
Definisi, Penyebab, dan Dampak
–>
Stres terkait pekerjaan didefinisikan sebagai
ketidakmampuan seorang pekerja untuk mengatasi tekanan yang ada dalam sebuah
pekerjaan. Menurut World Health Organization (WHO), stres akibat
kerja adalah sebuah respons yang ditimbulkan karena dihadapkan pada tekanan dan
tuntutan kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan seseorang,
sehingga orang tersebut tidak dapat mengatasinya.
Menurut Handoko
(2008:200), stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
proses berpikir, emosi, dan kondisi seseorang, hasilnya stres yang terlalu
berlebihan dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan dan
pada akhirnya akan mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya
.
Sedangkan
Menurut Charles D Spielberger (Handoyo, 2001:63) mendefinisikan stres adalah
tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya objek-obyek dalam
lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres
juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak
menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Stres akibat
kerja juga berarti suatu kondisi ketegangan yang memengaruhi emosi, proses
berpikir, dan kondisi seseorang. Bila seseorang (pekerja) mengalami stres yang
berlebihan, maka hal ini dapat mengganggu kemampuan orang tersebut dalam
menghadapi lingkungan dan pekerjaannya.
Penyebab Stres Akibat Kerja
Ada
banyak penyebab yang bisa meningkatkan stres di tempat kerja, menurut Robbins
(2008:370) ada tiga pengelompokan kategori potensi pemicu stres kerja,
A. Organisasi
1.
Beban kerja yang tinggi atau terlalu
rendah
2.
Tuntutan atau tekanan pekerjaan
3.
Shift kerja atau jam kerja
4.
Tekanan atas peran tertentu dalam
organisasi
5.
Peran yang tidak jelas
6.
Peraturan berlebihan dan kurang adil
7.
Kurangnya partisipasi pekerja dalam pengambilan
keputusan
8.
Pola komunikasi yang buruk, misalnya antara
direktur dengan Kepala Divisi, Kepala Divisi dengan manajer, sesama manajer,
manajer dengan pekerja, atau sesama pekerja, dan sebagainya
9.
Gaya manajemen tidak jelas
10.
Pemimpin bersifat tidak terbuka dan kurang
menanggapi saran dari bawahannya
11.
Kurangnya pelatihan
12.
Downsizing, bertambahnya
tanggung jawab
a)
Pekerja dikorbankan (dipengaruhi penurunan laba yang didapat)
b)
Kurangnya kesempatan promosi atau peluang pengembangan karier.
B. Individu
1.
Pertentangan antara karier dan
tanggung jawab keluarga
2.
Ketidakpastian ekonomi
3.
Kurangnya penghargaan dan pengakuan kerja
4.
Kejenuhan dan ketidakpuasan kerja
5.
Konflik dengan rekan kerja atau
atasan
6.
Kurangnya kepercayaan dalam satu tim
7.
Kurangnya motivasi dari atasan.
C. Lingkungan
1.
Buruknya kondisi lingkungan kerja
(pencahayaan, suhu, kebisingan, ventilasi/sirkulasi udara, ruang kerja yang
berantakan, dll.)
2.
Diskriminasi ras, ancaman kekerasan,
pelecehan, intimidasi dll.
3.
Kemacetan lalu lintas saat berangkat
dan pulang kerja.
Dampak Stres
Akibat Kerja
Dampak stres kerja dapat menguntungkan atau merugikan pekerja. Dampak
yang menguntungkan diharapkan akan memacu pekerja untuk dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan bersemangat sebaik-baiknya, namun jika stres tidak mampu
diatasi maka akan menimbulkan dampak yang merugikan pekerja (Gitosudarmo,
2000:54).
Berikut
ini beberapa dampak yang ditimbulkan dari stres kerja:
1.
Fisik
: kandungan
glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, sulit
tidur, sakit kepala, gangguan pencernaan, mulut kering, berkeringat, punggung
terasa sakit, bola mata melebar nyeri pada bahu dan leher, keringat berlebih,
dan kehilangan energi.
2.
Emosional
:
mudah marah, mudah tersinggung dan sensitif, gelisah, cemas, suasana hati mudah
berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, dan kelesuan mental.
3.
Intelektual: mudah lupa, sulit fokus, ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang
masuk akal,
daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sensitif terhadap kritik,
hambatan mental
dan
terlalu banyak memikirkan satu hal saja
4.
Interpersonal
: acuh dan mendiamkan orang lain, senang mencari kesalahan orang lain
atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah
menyalahkan orang lain.
Standar Manajemen Penanganan Stres Akibat Kerja
Menurut International Labour Organization
(ILO), beberapa tahun terakhir,
stres akibat kerja telah memberikan dampak psikososial yang serius bagi
pekerja. Tidak hanya itu saja, dampaknya juga meluas pada keselamatan pekerja
dan sangat berpengaruh pada perkembangan perusahaan, terutama dalam hal
ekonomi.
Maka
dari itu, manajemen terkait stres akibat kerja sangat penting dilakukan untuk
mengatasi atau meminimalkan stres di tempat kerja. Health and Safety Executive
(HSE) di Inggris membuat
standar manajemen untuk menangani stres di tempat kerja.
Standar
manajemen ini mencakup enam elemen penting dalam mencegah dan mengendalikan
stres di tempat kerja. Enam elemen ini harus ditangani perusahaan dengan baik,
jika tidak, maka bisa berdampak terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja,
kesejahteraan pekerja, produktivitas kerja, kenyamanan bekerja, hubungan kerja,
dan lain-lain.
Enam
elemen standar manajemen terkait pengendalian stres akibat kerja di antaranya:
1. Tuntutan
─ Pekerja menunjukkan bahwa mereka
mampu mengatasi tuntutan kerja yang diberikan kepada mereka. Tuntutan kerja
mencakup masalah, seperti beban kerja, pola kerja, dan lingkungan kerja.
Penanganan:
a.
Perusahaan memberikan tuntutan kerja yang sesuai atau dapat diselesaikan
sesuai waktu (deadline) yang disepakati.
b.
Perusahaan memberikan tuntutan kerja
yang sesuai dengan keterampilan dan kemampuan pekerja.
c.
Perusahaan memberikan beban kerja yang sesuai dengan kemampuan pekerja.
d.
Pekerja memahami prioritas pekerjaan
mana yang harus didahulukan dan ditunda.
e.
Keluhan pekerja terkait tugasnya
harus direspons dan didiskusikan cara penyelesaiannya.
2. Kontrol
─ Pekerja menunjukkan bahwa mereka
mampu menjelaskan cara mereka melakukan pekerjaannya.
Penanganan:
a.
Perusahaan mendorong pekerja untuk selalu mengontrol pekerjaan yang
mereka lakukan.
b.
Perusahaan mendorong pekerja untuk
menggunakan keterampilan dan inisiatif mereka dalam melakukan pekerjaan.
c.
Perusahaan mendorong pekerja dalam mengembangkan cara kerja baru yang
lebih efektif
d.
Pekerja memiliki otoritas untuk
mengambil waktu istirahat.
e.
Pekerja dapat berkonsultasi atas
rutinitas atau cara kerja yang mereka lakukan.
3. Dukungan
─ Pekerja menunjukkan bahwa mereka
menerima informasi dan dukungan yang memadai dari rekan kerja dan atasan
mereka.
Penanganan:
a.
Perusahaan memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang jelas dan
memadai untuk mendukung pekerja dalam melakukan aktivitasnya.
b.
Perusahaan memiliki sistem atau
proses yang memungkinkan manajer untuk mendorong dan mendukung para pekerjanya.
c.
Perusahaan memiliki sistem atau proses yang memungkinkan pekerja
mendorong dan mendukung rekan-rekan kerjanya secara aktif.
4.
Hubungan ─ Pekerja menunjukkan
bahwa mereka
tidak menerima perlakuan buruk atau perilaku yang tidak dapat diterima,
misalnya intimidasi, kekerasan, dan pelecehan di tempat kerja.
Penanganan:
a.
Perusahaan menciptakan perilaku
positif di tempat kerja untuk menghindari konflik.
b.
Perusahaan memiliki kebijakan dan
prosedur untuk mencegah perilaku yang tidak dapat diterima.
c.
Perusahaan memiliki sistem atau
proses yang memungkinkan dan mendorong manajer untuk mencegah atau
mengendalikan perilaku yang tidak dapat diterima.
d.
Perusahaan memiliki sistem atau
proses yang memungkinkan atau mendorong pekerja untuk melaporkan perilaku yang
tidak dapat diterima.
e.
Bila pekerja merasakan ancaman atau
tekanan di tempat kerja atau berhubungan dengan pekerjaan, lakukan tindakan
awal dengan berbicara kepada manajer, HRD atau rekan kerja dengan bukti dan
alasan yang jelas.
f.
Pekerja harus menunjukkan perilaku
dan etika yang baik di tempat kerja.
g.
Bila pekerja terganggu dengan
perilaku rekan kerjanya, cobalah untuk berbicara dengan rekan kerja yang
bersangkutan tentang sikapnya itu secara baik-baik.
5. Peran
─ Pekerja menunjukkan bahwa mereka
memahami peran dan tanggung jawab mereka di tempat kerja.
Penanganan:
a.
Perusahaan harus memastikan pekerja memahami tentang peran dan tanggung
jawab mereka di organisasi.
b.
Perusahaan harus memberikan informasi
yang cukup kepada pekerja terkait peran dan tanggung jawab mereka.
c.
Perusahaan harus membuat persyaratan yang jelas untuk setiap peran dan
tanggung jawab kerja.
d.
Perusahaan memiliki sistem atau
proses yang memungkinkan pekerja untuk menyampaikan setiap konflik atau masalah
yang muncul terkait peran dan tanggung jawab dalam pekerjaan mereka.
6. Perubahan
─ Pekerja menunjukkan bahwa mereka
dilibatkan dalam setiap perubahan yang terjadi di perusahaan. Perubahan di sini
mencakup, bagaimana perubahan yang terjadi di organisasi (besar atau kecil)
dikelola dan dikomunikasikan dengan baik dalam organisasi.
Penanganan:
a.
Perusahaan
memberikan kesempatan kepada pekerja untuk berkonsultasi tentang perubahan yang
terjadi di perusahaan dan memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memberikan
masukan.
b.
Perusahaan memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memahami alasan
perubahan yang diusulkan.
c.
Pekerja menyadari dampak dari setiap perubahan pekerjaan dan pekerja
harus diberikan pelatihan untuk mendukung perubahan tersebut.
d.
Pekerja mengetahui waktu dan jadwal
untuk setiap perubahan kerja.
e.
Pekerja memiliki akses yang memadai
untuk mendapatkan dukungan yang relevan selama perubahan.
Langkah menerapkan standar manajemen penanganan stres di tempat kerja:
1.
Melakukan perencanaan, seperti
komitmen manajemen puncak untuk mendukung program dan menyediakan sumber daya
atau tim yang akan bekerja untuk program ini.
2.
Melakukan identifikasi risiko terkait
stres akibat kerja dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
3.
Mengumpulkan data-data pekerja yang
mengalami stres akibat kerja dan akar penyebabnya.
4.
Melakukan evaluasi terhadap data-data
terkait stres akibat kerja yang diperoleh dan menentukan tindakan pengendalian
yang mungkin dilakukan.
5.
Membuat rencana tindakan atau program
penanganan stres akibat kerja secara berkelanjutan dan penerapannya.
6.
Melakukan pengukuran dan peninjauan
ulang secara berkala untuk mengetahui efektivitas program penanganan stres yang
diterapkan.
Alternatif untuk menghilangkan stres kerja
1.
Kenali batas kemampuan
Mengenali
sampai mana batas kemampuan pekerja dalam menanggung beban pekerjaan adalah hal
yang penting untuk mengurangi stres dalam pekerjaan. Dengan begini, pekerja
juga dapat memperhitungkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan beban kerja. Selain itu, pekerja dapat terhindar dari rasa lelah berlebihan
2.
Bicarakan dengan atasan
Bagi
sebagian orang, berbicara dengan atasan atau melakukan sesi curhat
kecil
terkadang merupakan hal yang agak canggung. Tapi, cobalah bicarakan mengenai
stres yang dialami kepada atasan.
Pekerja
juga berhak untuk menolak atau mengatakan tidak pada atasan, jika merasa beban
yang diberikan sudah melewati batas kemampuan, atau bahkan beban
pekerjaan yang diberikan di luar dari tanggung jawab pekerjaan. Tujuannya bukan
untuk mengeluh, melainkan untuk membuat rencana efektif dalam mengelola stres
kerja.
3.
Lupakan pekerjaan sejenak
Beban
atau target pekerjaan tidak jarang membuat seseorang menjadi stres. Bahkan
tidak jarang, hal ini dapat berdampak dan menimbulkan masalah lain di kehidupan
pribadi. Jika merasa diri sudah berada di tahap ini, cobalah untuk
mengistirahatkan diri sejenak.
Lupakan
pekerjaan sejenak dan carilah hiburan yang dapat membuat pekerja tertawa.
. Tertawa dapat memberikan dampak positif bagi
tubuh dan jiwa. Jangan lupa bahwa cuti adalah hak pekerja, dan jika memang
diperlukan, pekerja bisa mengambil cuti
selama beberapa waktu untuk menenangkan
diri dan menjauhi stres kerja.
4.
Melakukan olahraga atau
aktivitas lain
Beberapa olahraga dan
aktivitas yang dapat menghilangkan stres dan tentu saja meningkatkan stamina,
antara lain:
a.
Jalan santai atau jalan
cepat
b.
Menari
c.
Yoga atau meditasi
d.
Tai chi
e.
Renang
f.
Menyanyi